Hot Posts

6/recent/ticker-posts

Seorang ibu Kehilangan Bayi Akibat Keterlambatan Penanganan, Ada Apa Dengan RS Al Hasanah Madiun

Seorang ibu Kehilangan Bayi Akibat Keterlambatan Penanganan, sorot RS Al Hasanah Magetan


Lawutv.com MADIUN Sebuah insiden tragis terjadi di RS Al Hasanah pada tanggal 25 Juli 2024. Seorang ibu yang tengah hamil tua mengalami pecah ketuban sekitar pukul 21.30 WIB. Setelah merasakan keluarnya cairan ketuban secara terus menerus, ia bersama keluarganya segera menuju IGD RS Al Hasanah. Sesampainya di sana pada pukul 22.00 WIB, ibu tersebut diperiksa dan dinyatakan bahwa pembukaan baru mencapai satu, sementara ketubannya sudah pecah dan terus mengalir.

Meski demikian, tindakan medis lebih lanjut tidak segera diberikan. Ibu tersebut hanya diminta untuk berpindah ke kamar pasien dan diberi pampers untuk menampung ketuban yang terus keluar. Selama berada di kamar pasien, petugas medis hanya melakukan pengecekan DJJ (Denyut Jantung Janin) dan kecukupan air ketuban, tanpa memantau perubahan warna ketuban. Saat ibu tersebut sering bolak-balik ke kamar mandi karena ingin buang air kecil, tidak ada perawat yang siaga untuk membantunya. Suaminya pun terpaksa membersihkan cairan ketuban yang berceceran di lantai.

Sekitar pukul 01.00 WIB, warna ketuban sudah menguning dan ada lendir darah. Saat itu ada petugas yang masuk ke kamar, namun tetap tidak ada tindakan medis yang diberikan. Petugas hanya menyarankan agar ibu tersebut tidak terlalu banyak minum dan mengimbangi dengan makan. Pada pukul 05.00 WIB, warna ketuban sudah hampir menghijau dan disertai darah, namun tanggapan dari petugas tetap minim.

Menurut Leni ibu muda tersebut mengatakan, baru pada pukul 08.00 WIB, pembukaan diperiksa lagi dan baru mencapai dua. Petugas menginformasikan bahwa ibu tersebut harus menunggu operasi caesar yang dijadwalkan pada pukul 12.30 WIB. Dari pertama kali ketuban pecah hingga waktu operasi, ibu tersebut harus menunggu selama 15 jam tanpa penanganan yang memadai.

Akibat penanganan yang sangat lama tersebut, anak dari Leni ini mengalami keracunan air ketuban yang sudah tercampur dengan mekonium. Bayi tersebut akhirnya meninggal dunia setelah terhirup air ketuban yang terkontaminasi. Ibu ini merasa kecewa dan marah atas pelayanan yang diterimanya, terutama karena menggunakan layanan BPJS Kelas 2. Ia membandingkan dengan pengalaman keluarganya yang lain yang mendapatkan penanganan lebih cepat karena tidak menggunakan BPJS.

Kasus ini menimbulkan pertanyaan serius tentang perbedaan pelayanan antara pasien BPJS dan non-BPJS di rumah sakit tersebut. Keluarga korban berharap ada tindakan tegas dan perubahan signifikan dalam sistem pelayanan kesehatan agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan.(*)

Posting Komentar

0 Komentar